Membongkar Kabut Merah: Tantangan Transparansi Pengadaan di Sumatera Utara
Isu integritas kembali mencuat ke permukaan setelah lembaga antirasuah menyatakan bahwa sistem pengadaan barang dan jasa di Sumatera Utara berada dalam kondisi mengkhawatirkan. Label ‘kategori merah’ yang diberikan bukan sekadar peringatan biasa, melainkan sinyal bahaya terhadap potensi korupsi yang kian mengakar dalam proses-proses birokrasi di wilayah tersebut.
Predikat ini menunjukkan bahwa prosedur pengadaan belum cukup transparan, terstandar, dan akuntabel. Banyak celah hukum dan administrasi yang dimanfaatkan untuk praktik-praktik yang tidak jujur. Hal ini menghambat pembangunan yang seharusnya berpihak kepada rakyat dan menciptakan budaya pemerintahan yang korosif serta tidak efisien.
Jika ditelusuri lebih jauh, permasalahan ini sering berawal dari lemahnya kontrol internal, rendahnya komitmen terhadap prinsip good governance, serta kurangnya profesionalisme dalam pengelolaan anggaran publik. Celah ini kemudian kerap dimanfaatkan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan pribadi melalui manipulasi proses tender, mark-up harga, hingga penunjukan rekanan yang tak kompeten.
Perlu langkah reformasi yang tidak hanya bersifat administratif, namun juga kultural. Pendekatan digitalisasi sistem pengadaan dan pengawasan berbasis masyarakat bisa menjadi salah satu solusi. Dengan melibatkan publik dalam proses pelaporan dan transparansi data pengadaan, potensi penyimpangan bisa ditekan secara signifikan.
Dalam jangka panjang, penting bagi Sumatera Utara untuk membangun ekosistem pengadaan yang berintegritas dan terpercaya. Label merah bukan akhir dari segalanya, tetapi panggilan untuk berubah. Bila pemerintah daerah berani melakukan evaluasi menyeluruh dan menerapkan sistem yang lebih bersih, maka peluang menuju tata kelola yang adil dan efisien tetap terbuka lebar.
Beranda
Whatsapp
Daftar
Promosi
Livechat