Pangku Paliare: Simbol Keseimbangan dan Doa di Tengah Kearifan Lokal Semende
Di pelosok selatan Bengkulu, tepatnya di wilayah Ulu Nasal Kabupaten Kaur, terdapat sebuah tradisi sakral yang terus dilestarikan oleh masyarakat adat Suku Semende. Setiap tanggal 10 Muharam, komunitas ini menggelar sebuah ritual khusus yang dikenal dengan nama Pangku Paliare. Upacara ini bukan hanya sekadar seremoni keagamaan, melainkan juga cerminan keharmonisan antara manusia, alam, dan penciptanya. Dalam suasana khidmat, doa-doa dipanjatkan sebagai wujud syukur dan harapan akan keselamatan serta kelimpahan bagi generasi mendatang.
Menariknya, Pangku Paliare tidak hanya menjadi agenda spiritual, tetapi juga menjadi ajang mempererat silaturahmi antarwarga. Di tengah modernisasi yang kerap mereduksi nilai-nilai kolektif, tradisi ini menghidupkan kembali semangat kebersamaan yang akhir-akhir ini makin langka. Setiap elemen masyarakat, dari anak-anak hingga tetua adat, berkontribusi dalam perhelatan tersebut. Mereka bekerja sama menyiapkan sajian, merapikan lokasi acara, hingga memimpin prosesi doa bersama. Kekompakan ini memperlihatkan bahwa nilai gotong royong masih menjadi denyut nadi kehidupan komunitas Semende.
Dari lensa budaya, Pangku Paliare adalah bukti konkret bagaimana tradisi lokal bisa berjalan harmonis berdampingan dengan ajaran agama. Ritual ini menyatukan unsur adat dan Islam dalam satu nafas yang utuh, tanpa menimbulkan pertentangan. Dalam era digital yang penuh arus globalisasi, keberadaan tradisi seperti ini punya peran strategis untuk menjaga identitas budaya sekaligus mengajarkan toleransi. Ia menjadi pembelajaran berharga bahwa religiusitas tidak berarti menghapus kearifan lokal, melainkan bisa saling menguatkan.
Sebagai penulis dan pengamat budaya, saya melihat Pangku Paliare sebagai bagian dari warisan tak ternilai yang seharusnya mendapat tempat dalam narasi pembangunan nasional. Sayangnya, upacara serupa kerap hanya mendapat sorotan saat momen berlangsung, lalu perlahan tenggelam dari wacana publik. Padahal, jika dikemas dengan pendekatan edukatif dan inklusif, tradisi ini bisa menjadi magnet wisata budaya sekaligus penguat karakter bangsa. Pemerintah daerah dan pusat seharusnya lebih aktif menggali potensi ini—tidak hanya untuk pelestarian, tapi juga sebagai ruang kreatif untuk generasi muda mengenali identitas mereka.
Tradisi Pangku Paliare adalah cermin kehidupan masyarakat Semende yang penuh kerendahan hati, kebersamaan, dan spiritualitas. Di tengah derasnya arus modernisasi, pelestarian ritual seperti ini menjadi penting untuk memastikan bahwa akar nilai-nilai luhur tidak tercerabut. Lebih dari sekadar ritual tahunan, Pangku Paliare menegaskan bahwa keharmonisan bukan sesuatu yang datang tiba-tiba, melainkan buah dari komitmen bersama menjaga keseimbangan—antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Beranda
Whatsapp
Daftar
Promosi
Livechat